KOLONG KENANGAN DI DARUL ABROR

“Salah satu ruh Pesantren adalah kesederhanan “

Demikianlah asas yang melandasi sejarah bertumbuhnya Pesantren Darul Abror Watumas. kami merupakan bagian kecil saksi bagaimana pesantren yang berada di Kelurahan Purwonegoro Purwokerto Utara Banyumas ini lahir terbentuk, merangkak, berjalan dan memberikan khidmah pada keilmuan. Semua bermula dari prinsip dan konsep sederhana, apa adanya dan membumi. Bukan dari angan angan yang muluk-muluk.

KOLONG KENANGAN DI DARUL ABROR
 Pesantren seperti digambarkan KH. Abdurrahman Wahid adalah salah satu subkultur bangsa Indonesia. Ia memiliki kekhasan kebudayaan dalam hubungan interaksi dalam komunitas dan antropologi. Hal serupa yang menjiwai lini kehidupan pesantren. Walaupun dari pesantren kecil jika ditarik kesimpulan ke atas tetaplah mencerminkan pandangan dan prototype subkultur yang istimewa itu.
Tahun 1990an Kyai Taufikurrahman dengan segenap pengalaman dan perjalanan sebagai santri tradisional tanpa sekolah formal yang tinggi –hanya lulusan SD- melahirkan gagasan mendirikan pesantren. Pria kelahiran Banyumas ini berangkat dari masyarakat biasa, bukan kelas istimewa di tingkat desa. Bahkan lahir dari keluarga lapis ekonomi lemah. Tapi kecintaannya pada khazanah keilmuan agama menghantarkannya menjadi pengembara pengetahuan. Kurang lebih 15an tahun menjadi santri di daerah Banyuwangi Jawa Timur. Kini hari-harinya diisi dengan mengajar di pondok pesantren, menyalurkan ilmu yang ditimbanya dari berbagai pondok pesantren di Jawa Timur.

Tahun 2000an ketika itu santri paling hanya berjumlah 15an, embrional masa awal berdiri menurut penuturan beliau hanya 5 orang. Hubungan santri dan kyai hampir mirip seperti keluarga di meja makan. Pengajian dari pagi sampai larut malam dilaksanakan dengan cara “maiyyah/kebersamaan”. Misal seringkali santri senior langsung memegang kelas pengajian, serta madrasah diniyyah TPQ di kelola otonom oleh para santri. Maknanya hubungan harian santri awal seperti layaknya bapak, anak dan kerabat. Peran kyai sebagai mahaguru nampak alamiah saja, tidak feodal seperti yang terjadi di pesantren yang telah mapan dan besar.

Di sisi lain maiyyah tersebut tidak lantas mengurangi peran Kyai sebagai pusat kehidupan pesantren. Sosok kyai meletakkan pondasi kehidupan yang nyata pada para santri secara bertahap dan pendidikan secara personal – individu per individu-. Saya menyimpulkan laku ajaran ini seperti “pendidikan kritis hadap masalah” Paulo Fraire. Yakni menempatkan pengetahuan selalu bersumber dari masalah, kebutuhan dan kenyataan. Bukan sebatas teori yang berdiam rumit dalam buku-buku.

Tergambar bagaimana Kyai Taufikurrahaman memerintahkan beberapa sahabat santri mengoper alih management Taman Pendidikan Quran (TPQ). TPQ waktu itu mengelola pendidikan agama dan baca tulis Alquran untuk anak-anak warga sekitar. Murid berkisar umuran 5 tahun sampai dengan 12 tahun yang jumlahnya sekitar 40an anak. Satu hal yang menarik santri yang ditunjuk sebagai kepala madrasah dan pengelola sama sekali belum memiliki pengalaman mengelola lembaga pendidikan.
Pada akhirnya kepengurusan madrasah berusaha menggali teori management pendidikan, membuat matrikulasi kurikulum, mengikuti pelatihan ustadz, menata administrasi murid dan menggali pendanaan. Kesemuanya learning by doing, belajar dari kesalahan kesalahan dan keterbatasan.

Cukup terbantu waktu itu, banyak santri yang merupakan mahasiswa Fakultas Tarbiyyah STAIN Purwokerto (sekarang IAIN Purwokerto). Sehingga diskusi bagaimana mengelola madrasah cukup padat berisi. Selain itu akses buku buku teori pendidikan agama juga mudah di dapat di perpustakaan kampus. Kini banyak alumni yang memiliki majlis taklim di tempat tinggal dan mengelola madrasah di kampungnya.

Kedua, praktik membangun pilar ekonomi pesantren. Tahun 2002 akhir pak kyai menyuruh santrinya membuatkan warung sederhana dari bilik bambu. Hanya berukuran mungil 2 m x 1.5 m. Setiap pagi bu nyai wasilah istri beliau menggelar dagangan sederhana berupa gorengan, bubur, sayur masak dan sembako. Cukup banyak pelanggannya. Masih ingat setiap jam 10an pak kyai tanpa sungkan dan gengsi kulakan bensin di POM dan kemudian di ecer dalam botol bensin literan. Salah satu santri awal beliau kang Rouf setiap hari di mandati menjadi pengelola warung. Menurut cerita lama, sebelum pindah ke lokasi pesantren sekarang nafkah pak kyai di peroleh dengan menjual krupuk gendar. Selain itu dengan segala kerupekan ekonomi pernah membuat kumbung jamur, mengelola kolam ikan. Kesemuanya melibatkan para santri. Ini menurut kami bentuk kemandirian ekonomi kyai dari tingkatan sederhana.

Ketiga. Khidmah masyarakat. Setiap bulan ramadhan ada jadwal kultum ramadhan di berbagai mushola lingkar pesantren. Kesemuanya dikoordinasikan dengan warga sekitar. Para santri dijadwal bergiliran menguji nyali dan mengisi pengajian. Materi pengajian semuanya di cari bahannya oleh para santri dari kitab yang pernah di bacakan kyai lewat bandungan – ngaji bersama-. Selain itu kegiatan bahtsul massail juga cukup semarak. Dari sinilah tradisi keilmuan berkembang. Santri awal tahun 2000an menjadi organisatoris handal di kampus ; mulai Sekjen BEM STAIN, ketua HMJ, aktifis PMII, HMI, IMM, serta aktifis kampus lain.

Satu ketika di tahun 2005an ketika membahas masalah fikhiyyah dalam forum pesantren kami berdebat alot dan cukup ramai, masing masing menyampaikan hujjah pendapat terkuatnya. Ketika forum macet dan emosional, pak kyai masuk ruang majlis bahtsul masail dan menyampaikan pendapat. Kurang lebih begini ; “ santri santriku, pendapat dan hujjahmu benar semua. Justru saya belajar banyak dari santri santriku. Sayalah yang paling bodoh di pesantren ini”. Para santri begitu tersentuh dengan sikap rendah hati beliau, pada akhirnya kami saling mengalah, tabayyun dan ishlah kembali.

Jika nasihat tokoh besar banyak keluar dari lisan, tidak demikian dengan Kyai Taufikurrahman yang kami kenal. Kehidupannya sendiri adalah nasihat yang gamblang bagi kami para santrinya.

Sabit Banani
Santri Darul Abror tahun 2002 s.d 2007
Alumni PMII dan Konsultan Pendamping Desa Kemendesa di Kabupaten Kebumen

Belum ada Komentar untuk "KOLONG KENANGAN DI DARUL ABROR"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel